Pati, Infoseputarpati.com – Anggota Dewan Perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Pati mengaku, aturan 30 persen anggota perempuan sebagai syarat partai politik mengikuti Pemilu masih menjadi momok bagi persiapan Pemilu di Kabupaten Pati. Pasalnya terdapat mekanisme diskualifikasi menjadi peserta Pemilu jika partai tidak mampu memenuhi kuota minimal 30 persen.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku, kekhawatiran ini tidak hanya dialami oleh partainya saja, melainkan seluruh partai di Pati.
Meskipun sudah memenuhi kuota anggota 30 persen, sangat jarang anggota partai dari golongan perempuan yang mau dicalonkan. Hal inilah yang membuat kuota parlemen 30 persen perempuan di Pati sulit dipenuhi.
“Keterwakilan perempuan seperti itu mas, walaupun sudah 30 persen berdasarkan undang-undang tapi nyatanya masih sulit untuk mencari kuota perempuan,” ujar Maesaroh saat diwawancarai Mitrapost.com kemarin.
Dijelaskannya, ada dua alasan perempuan di Pati untuk masuk jalur politik. Diantaranya ialah orientasi, dunia politik saat ini dinilai masih terlalu maskulin. Masyarakat luas selalu berpandangan bahwa kaum perempuan harus mengurus dapur, melahirkan dan mengurus anak di rumah.
Alasan kedua, biaya suksesi untuk mencalonkan diri menjadi anggota dewan sangat mahal, tak banyak perempuan yang mampu membiayai ongkos politiknya secara mandiri. Meski ini bisa dikoordinasikan dengan partai, mayoritas perempuan masih takut jika dihadapkan dengan permasalahan finansial.
“Mereka (perempuan) jadi pengurus mau, cuma yang (kalau jadi) calegnya itu yang dari sisi finansialnya yang mereka masih takut,” imbuh Anggota Dewan dari Komisi D itu.
Perlu diketahui, keterwakilan perempuan dalam politik sendiri sudah termuat dalam Undang-Undang (UU). Diantaranya pada UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD. (adv)