Infoseputarpati.com – Lidah sangat pedas dapat bermaksud bahwa perkataan yang dilontarkan sangat menyakitkan hati orang.
Hal ini juga yang mendasari adanya istilah lidah lebih tajam daripada pedang. Terlebih sekarang, zaman sudah serba digital, alhasil segala hal lebih sensitif.
Menjaga lisan pun tak semudah kedengarannya. Apalagi dengan adanya budaya rasan-rasan yang sudah mengakar. Satu informasi ke informasi lain, dari mulut satu ditimpali mulut lain hingga tak ada habisnya.
Imam al-Muhâsibi dalam kitabnya Risâlah al-Mustarsyidîn menjelaskan tentang apa yang wajib lisan jalankan:
وَفَرْضُ اللِّسَانِ الصِّدْقُ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَكَفِّ الْأَذَى فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ وَتَرْكُ التَّزَيُّدِ بِالْخَيْرِ وَالشَّرِّ
“Dan kewajiban lisan yaitu jujur dalam keadaan senang maupun marah, menahan dari menyakiti dalam keadaan sendirian maupun ramai, dan meninggalkan berlebihan dalam perkataan baik maupun buruk.” (al-Hârits al-Muhasiby, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salam, halaman 116)
Namun dewasa ini, budaya rasan-rasan semakin lebar. Tak hanya dari rumpian saat ngumpul, menjaga lisan kini juga termasuk saat menggunakan media sosial. Sebab tak sedikit keributan terjadi dari satu unggahan, satu takarir, atau satu utas di platform digital.
Dengan begitu, apapun yang akan kita sampaikan baik berupa ucapan, komentar maupun unggahan di media sosial jangan sampai melukai orang lain.
Berikut ini doa yang diajarkan Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam komentar kitab Risâlah al-Mustarsyidîn:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صَمْتِي فِكْراً وَنُطْقِي ذِكْراً
Allâhumma-j‘al shamtî fikran wa nuthqî dzikran
“Wahai Allah, jadikanlah diamku berpikir, dan bicaraku berdzikir.”