Infoseputarpati.com – Para pengusaha hotel hingga pedagang pasar mendesak agar Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Jakarta ditunda.
Mereka menilai pendapatan sektor perhotelan dan ritel bisa terdampak dengan adanya aturan tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan bahwa saat ini kondisi perhotelan dan restoran dalam kondisi tidak baik sehingga regulasi tersebut membuatnya cemas.
“Bagi industri hotel, kondisi saat ini memang masih cukup berat. Banyak hotel masih tertatih-tatih karena beberapa hal: okupansi belum kembali stabil, biaya operasional seperti listrik dan tenaga kerja terus naik, sementara daya beli masyarakat masih lemah,” ujarnya dilansir dari Bisnis.com.
Pengusaha perhotelan dan restoran, jelasnya, tidak anti kebijakan tersebut. Namun meminta ada diskusi dan ruang dialog.
“Karena itu, kami bukan sedang menolak atau melawan kebijakan pemerintah. Yang kami minta hanyalah agar kondisi riil di lapangan juga didengar. Pelaku usaha berharap ada ruang dialog supaya kebijakan yang dibuat tidak malah membebani industri yang sedang berusaha bangkit,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengatakan bahwa pelarangan penjualan hingga perluasan pelarangan pemajangan dan iklan rokok menimbulkan efek ganda.
Pedagang bisa kehilangan omzet dari penjualan barang dan pemasukan pasif dari iklan yang banyak membantu perekonomian mereka.
Terlebih, ada aturan zonasi larangan penjualan rokok dengan radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Jika kebijakan ini diterapkan maka akan sulit diimplementasikan di area Jakarta yang padat penduduk.
“Aturan tersebut dapat berdampak negatif kepada anggota kami karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terutama pada pasar, kios, serta toko kelontong yang sudah lebih dulu dulu ada dan berdekatan dengan sekolah,” jelasnya. (*)







