Infoseputarpati.com – Sejumlah lembaga mengatasnamakan diri sebagai Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia. Direktorat Pesantren Kementerian Agama menegaskan bahwa Lembaga-lembaga tersebut belum memiliki izin operasional dan Nomor Statistik Pesantren (NSP) sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Pesantren yang dimaksud antara lain: 1) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Kediri; 2) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Semarang; 3) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Rembang; 4) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Bojolali; 5) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Kalimantan Utara; dan 6) Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Mojokerto.
Direktur Pesantren Basnang Said, menjelaskan bahwa lembaga-lembaga tersebut tidak tercatat dalam pangkalan data pesantren yang mendapat izin dari Kementerian Agama. Artinya, lembaga tersebut belum memenuhi ketentuan administratif dan substantif untuk memperoleh status legal sebagai pesantren.
“Kami perlu menegaskan kepada masyarakat bahwa pesantren-pesantren tersebut belum memiliki izin operasional dan belum terdaftar di Kementerian Agama. Setiap lembaga pendidikan keagamaan wajib memenuhi standar legalitas agar kegiatan pendidikan dan ijazah yang diterbitkan memiliki pengakuan hukum,” jelas Basnang di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, izin operasional dan NSP (Nomor Statistik Pesantren) bukan sekadar formalitas administratif, melainkan jaminan mutu kelembagaan. Dengan izin yang sah, pesantren akan mendapatkan pembinaan, dukungan program pemerintah, serta perlindungan hukum bagi santri dan tenaga pendidiknya.
“Legalitas adalah bentuk tanggung jawab publik. Tanpa izin resmi, tidak ada jaminan atas kurikulum, tenaga pendidik, maupun pengakuan ijazah yang dikeluarkan lembaga tersebut,” tambahnya.
Direktorat Pesantren juga mengimbau masyarakat untuk berperan aktif memverifikasi izin operasional setiap lembaga sebelum mendaftarkan anak atau memberikan dukungan finansial. Kementerian Agama berkomitmen untuk terus menjaga tata kelola dan mutu pendidikan pesantren, serta memastikan seluruh pesantren beroperasi sesuai prinsip keagamaan, kebangsaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua Majelis Masyayikh, Gus Rozin, menjelaskan bahwa pesantren secara eksplisit diselenggarakan untuk pendalaman kitab-kitab keislaman dan pendalaman tafaqquh fi-ddien. Maka tentunya pesantren diselenggarakan untuk Pembelajaran Ke-Islaman. (*)







